Notification

×

Iklan

Iklan

Selisih Dalam LKPD Bupati, Berikut Penjelasan Pemda Buteng

Selasa, 27 Juli 2021 | 22.57 WIB Last Updated 2021-07-27T14:58:41Z
OKESULSEL.COM, BUTON TENGAH - Terdapat selisih dalam LKPD Bupati Buton Tengah (Buteng) Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam sidang pembahasan LKPJ APBD tahun anggaran 2020 di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan suatu hal yang biasa. Perbedaan tersebut muncul akibat perbedaan penafsiran menggunakan kacamata perhitungan matematika dan akutansi. 


Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Sekretaris Dinas (Sekdin) Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Muslimin, saat dikonfirmasi diruang kerjanya siang tadi, Selasa (27/07/2021). 


Salah satu item yang dikoreksi oleh pihak legislatif adanya pengalihan anggaran yang tidak disertai dengan perubahan Peraturan Daerah (Perda) sebagaimana yang diinginkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 


"Padahal kan pergeseran anggaran ditahun 2021 ini karena ada PMK No 7 tahun 2021 tentang pengurangan DAU. DAU kita dari anggaran 350 sekian miliar tinggal 339 miliar. Otomatis daerah akan melakukan penyesuaian belanja dan penyesuaian tersebut tidak mungkin melalui perda karena kita terikat dengan aturan pusat terkait PMK itu (refocusing anggaran covid-19)," tutur Muslimin. 


Karena adanya pemotongan yang dilakukan oleh pusat tadi, sambungnya, terpaksa pemda melakukan pengurangan anggaran. Apalagi dalam PMK tersebut dari total DAU untuk refocusing covid diporsikan sebesar 8 persen. 


Sedangkan selisih yang disebutkan dalam sidang kemarin, dalam Kasda (kas daerah) terjadi selisih sebesar 1,5 miliar lebih. 


"Di rekening kasda itu 75 miliar, Silpa 76 miliar sekian. Tapi di rekening kas daerah itu hanya 75. Untuk 1,5 itu diakui dalam laporan keuangan sebagai 76 sebab 1,5 itu ada dalam dana Bos. Karena dana Bos itu langsung kerekening sekolah (Bos hanya merupakan dana transfer ke sekolah)," katanya. 


"Untuk FKTP, juknisnya tersendiri yang berasal dari pusat rek BNI. Selain itu utang-utang PFK semacam pajak dana bos itu dibayarkan tahun ini. Kemudian ada lagi uang di bendahara penerima (bendahara PAD) itu semuanya tidak masuk dalam kasda namun dilaporan keuangan semua itu diakui sehingga menjadi 76. Walaupun dalam kasda tersimpan 75 tapi kita akui 76 karena ada uang yang tidak ada di kasda tapi kita akui sebagai Silpa, begitu," tambahnya. 


Sehingga dengan adanya selisih itu tidak ada upaya pemda untuk menyembunyikan anggaran 1,5 miliar. Sebab anggaran tersebut tidak ada di rekening daerah tapi berada dalam rekening lain misalnya direkening bendahara penerima dan diakui. 


"Kemudian ada dalam rekening bank (banknya PFK) di bank BNI, itu kita akui. Makanya jadi 76," lanjutnya. 


Sementara terkait dengan selisih aset, masih kata Muslimin, benar jika terjadi selisih tetapi selisih itu bukan berarti tidak tercatat. Selisih itu sebenarnya sudah tercatat terakomodir dalam rekapan jumlah aset tetap. 


"Kenapa ada selisih? karena pada saat proses penganggaran banyak kode kode rekening belanja yang keliru di OPD. Misalkan kode rekening belanja modal. Teorinya rekening belanja modal itu harusnya hasilnya dibelanja setelah direalisasi menjadi aset. Tetapi ketika dilihat barangnya bukan aset, maka otomatis harus dikoreksi hasil belanjanya. Belanja modal harusnya aset ternyata bukan aset maka otomatis hal ini akan mengurangi aset," katanya lagi. 


Dalam hal ini kemudian Ia memberikan contoh pembelian televisi, dan rupanya dalam pembeliannya ternyata kode rekening belanjanya adalah belanja barang dan jasa tetapi diliat barangnya adalah televisi maka itu tidak cocok. 


Sebab menurutnya, hal itu masuk dalam belanja modal. Karena sudah terlanjur terealisasi maka diperbaikilah laporannya. 


"Tadinya barjas itu tidak masuk aset kita akui sebagai aset. Makanya selisih itu tidak bisa kita hindari. Tapi bukan berarti kita tidak akui dalam laporan keuangan karena adanya perubahan perubahan tadi," bebernya. 


"Misalkan lagi ada aset yang tidak melalui belanja seperti hibah tanah. Itu tidak melalui belanja, makanya tidak sama antara nilai aset dari belanja dengan nilai total aset. Karena ada aset yang bersumber dari belanja, ada aset yang berasal dari hibah provinsi, pusat atau masyarakat. Sehingga tidak akan sama," ungkapnya. 


Tetapi dengan tidak samanya tersebut, tambahnya, bukan berarti kita tidak akui dalam laporan keuangan. Sehingga aset tidak akan selalu sama dengan nilai belanja dan pasti akan selisih. Namun selisihnya tetap sudah terakomodir dalam catatan aset. 

"Jadi kalau memperkurangkan antara penambahan nilai aset dengan belanja modal pasti memang selisih. Jadi benar DPRD menemukan selisih tetapi keliru kalau selisih itu dijadikan kealpaannya kita bahwa selisih itu tidak tercatat akibat proses proses tadi. Nanti kan ada penyesuaian," terangnya. 

Olehnya itu, kedepan untuk memperbaiki semua OPD harus memperbaiki kode kode rekening belanja ketika menyusun perencanaan. 

"Jadi ini berkaitan dengan OPD juga kalau berkaitan dengan kode rekening belanja. Harusnya disitu koreksinya," ceritanya. 

"Penyusunan perencanaan anggaran itu harusnya betul betul memperhatikan kode kode rekening belanja supaya pada saat penyusuanan laporan keuangan tidak banyak lagi koreksinya. Ujungnya kemudian kita akan buatkan jurnal koreksinya untuk meluruskan itu. Hal ini sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)," tutupnya (Dzabur Al-Butuni)
×
Berita Terbaru Update